Login / Daftar
Update berita terbaru kini beralih ke beritaserbaada.web.id – Informasi cepat, akurat, dan terpercaya setiap hari
00:00:00

OTT Dua Oknum Polantas di Medan: Dugaan Pungli yang Guncang Kepercayaan Publik

Table of Contents

 Tayang: Jumat, 19 September 2025 12:48 WIB  Baca tanpa iklan

Editor: Amanda Putri

OTT Dua Oknum Polantas di Medan: Dugaan Pungli yang Guncang Kepercayaan Publik
Keterangan foto: Lokasi dua oknum polisi lalu lintas (polantas) di Medan tertangkap OTT karena diduga minta uang suap ke pelanggar lalu lintas.
 



Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap aparat penegak hukum selalu menjadi sorotan publik. Kali ini, perhatian tertuju pada dua oknum anggota polisi lalu lintas (Polantas) Polrestabes Medan yang diamankan oleh tim Paminal Propam Polda Sumatera Utara. Keduanya, yang diketahui berinisial Bripda AG dan Bripda ANl, terjaring dalam OTT pada Rabu sore, 17 September 2025. Penangkapan ini berlangsung di sebuah pos lalu lintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Medan Polonia, tepat sekitar pukul 15.00 WIB. Informasi awal menyebutkan keduanya diduga terlibat praktik pungutan liar (pungli) terhadap pengguna jalan, meski hingga kini detail kasusnya masih dalam tahap pendalaman.

Fakta bahwa peristiwa ini terjadi di salah satu titik lalu lintas utama Medan membuatnya semakin mencuri perhatian. Jalan Jenderal Sudirman bukan sekadar jalur biasa, melainkan kawasan vital yang menjadi penghubung utama transportasi. Kehadiran pos polisi di lokasi tersebut seharusnya memberikan rasa aman, melindungi masyarakat, dan memastikan ketertiban berlalu lintas. Namun, insiden ini justru menghadirkan ironi: aparat yang seharusnya menegakkan hukum diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk keuntungan pribadi. Situasi semacam ini tentu menimbulkan pertanyaan serius mengenai sejauh mana praktik pungli masih mengakar di tubuh kepolisian, khususnya di sektor lalu lintas yang setiap hari berinteraksi langsung dengan masyarakat.

Dalam penanganannya, Propam Polda Sumut menegaskan bahwa OTT tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen internal untuk membersihkan institusi dari oknum yang mencoreng nama baik kepolisian. Meski demikian, kepolisian belum merinci modus yang digunakan kedua polantas tersebut. Apakah pungutan liar dilakukan melalui praktik tilang tidak resmi, pemerasan halus, atau cara lain yang sudah jamak ditemui di lapangan. Sumber internal hanya menekankan bahwa proses penyelidikan tengah berjalan, dan publik diminta untuk menunggu hasil pemeriksaan secara menyeluruh. Transparansi dalam penyelidikan menjadi hal yang mendesak, sebab kasus seperti ini kerap kali menimbulkan sinisme masyarakat terhadap lembaga kepolisian secara keseluruhan.


Menariknya, OTT terhadap Bripda AG dan Bripda AN bukanlah peristiwa tunggal. Dalam beberapa bulan terakhir, publik Medan juga dikejutkan dengan kasus serupa yang menjerat seorang anggota Satlantas bernama Aiptu Hartono (RH). Kala itu, ia diamankan setelah videonya viral di media sosial. Video tersebut memperlihatkan RH secara terang-terangan meminta uang kepada seorang pengendara motor yang ditilang karena melawan arus. Alih-alih menindak sesuai prosedur dengan surat tilang resmi, sang oknum justru menarik uang tunai sebesar Rp 100.000 langsung dari dompet pengendara. Kasus ini menguatkan persepsi publik bahwa dugaan pungli bukanlah insiden sporadis, melainkan fenomena sistemik yang sudah lama menghantui praktik lalu lintas di Medan.

Terkait dengan sanksi, pengalaman kasus sebelumnya memberikan gambaran tentang kemungkinan langkah yang akan diambil terhadap kedua Bripda yang baru saja ditangkap. Dalam kasus Aiptu RH, Propam menjatuhkan sanksi berupa penempatan khusus selama 30 hari (patsus), pemeriksaan kode etik, hingga potensi demosi dan mutasi jabatan. Langkah serupa sangat mungkin diterapkan terhadap Bripda AG dan Bripda AN jika nantinya terbukti bersalah. Namun, publik tentu menaruh harapan lebih: bahwa penindakan tidak berhenti pada hukuman administratif belaka, melainkan menyentuh ranah pidana jika ada unsur pemerasan atau korupsi yang terpenuhi. Hal ini penting untuk menegakkan rasa keadilan, sekaligus menunjukkan keseriusan kepolisian dalam membenahi internalnya.


Di sisi lain, fenomena pungli di sektor lalu lintas juga harus dilihat sebagai masalah struktural. Setiap hari, ribuan pengendara di kota-kota besar seperti Medan berinteraksi langsung dengan aparat lalu lintas. Di sinilah peluang pungli kerap muncul: saat pengendara melakukan pelanggaran, ketika ada ketidakjelasan aturan, atau bahkan dalam kondisi di mana masyarakat merasa takut berhadapan dengan hukum. Hubungan asimetris antara aparat dan warga menciptakan ruang abu-abu yang rawan disalahgunakan. Tanpa pengawasan ketat, tanpa sistem tilang elektronik yang konsisten, dan tanpa keteladanan moral dari aparat, praktik pungli akan terus hidup dan berulang, sekalipun ada OTT sesekali yang menjadi berita besar.

Kasus OTT dua polantas di Medan ini, dengan segala implikasinya, sejatinya bukan hanya soal dua individu yang terjerat. Ia adalah cerminan dari masalah lebih besar: integritas institusi penegak hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Masyarakat berharap kepolisian dapat menghadirkan pembaruan, bukan hanya dalam bentuk tindakan reaktif ketika ada kasus viral atau laporan masyarakat, tetapi juga perubahan sistemik yang menjadikan transparansi dan akuntabilitas sebagai pondasi. Sebab, tanpa kepercayaan publik, tugas kepolisian dalam menjaga ketertiban dan keamanan tidak akan pernah sepenuhnya berhasil. OTT ini harus menjadi momentum introspeksi, baik bagi kepolisian di Medan maupun institusi Polri secara nasional.


Nonton Film Bioskop BK 21 Disini