Login / Daftar
Update berita terbaru kini beralih ke beritaserbaada.web.id – Informasi cepat, akurat, dan terpercaya setiap hari
00:00:00

Oknum polisi dan dua anggota TNI terjerat kasus 1,1 ton sisik trenggiling di Asahan, Terancam hukuman berat

Table of Contents

 Tayang: Rabu, 18 September 2025 14:08 WIB  Baca tanpa iklan

Editor: Amanda Putri

Oknum polisi dan dua anggota TNI terjerat kasus 1,1 ton sisik trenggiling di Asahan, Terancam hukuman berat
Keterangan foto: Oknum polisi dan dua anggota TNI tengah menjalani proses pemeriksaan terkait kasus penyelundupan 1,1 ton sisik trenggiling di Asahan.
 


Kasus besar penyelundupan satwa dilindungi kembali mencuat di Sumatera Utara. Seorang oknum polisi berpangkat Aipda bersama dua anggota TNI dan seorang warga sipil terbukti terlibat dalam penjualan 1,1 ton sisik trenggiling di Kabupaten Asahan. Barang bukti yang disita mencapai 1.180 kilogram, menjadikan kasus ini salah satu temuan terbesar perdagangan ilegal satwa dilindungi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Fakta yang mengejutkan, sebagian sisik trenggiling tersebut diduga berasal dari gudang barang bukti kepolisian, menunjukkan adanya kebocoran serius dalam pengelolaan hasil sitaan.

Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh tim gabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH), Polda Sumatera Utara, dan Pomdam I/BB. Operasi digelar di dua lokasi berbeda di Asahan, yaitu di loket bus Jalan Jenderal Ahmad Yani Kisaran dan sebuah rumah di Kelurahan Siumbut Umbut, Kecamatan Kisaran Timur. Dari operasi tersebut, petugas berhasil mengamankan empat tersangka: Aipda AHS (oknum polisi Polres Asahan), Serka MY dan Serda RS (anggota TNI), serta seorang warga sipil bernama Amir Simatupang. Modus yang digunakan adalah memindahkan sisik dari gudang barang bukti untuk kemudian diperjualbelikan melalui jaringan terorganisir.

Amir Simatupang sebagai terdakwa sipil sudah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kisaran dan dijatuhi vonis 3 tahun penjara serta denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan. Sementara untuk dua anggota TNI, proses hukum dilimpahkan ke pengadilan militer. Sedangkan Aipda AHS kini telah ditahan di Rumah Tahanan Tanjungbalai selama 20 hari ke depan untuk proses penyidikan lanjutan. Ia diduga berperan sebagai aktor intelektual atau otak sindikat, mengingat aksesnya terhadap gudang barang bukti yang menjadi sumber utama sisik trenggiling yang diselundupkan.

Baca juga: Begal Sadis Berkedok Teman SD, Korban Ditusuk di Deli Serdang

Secara hukum, kasus ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, khususnya Pasal 40 ayat (2), yang menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja memperniagakan, menyimpan, atau memiliki satwa dilindungi dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta. Selain itu, Pasal 21 UU yang sama menegaskan bahwa seluruh bagian tubuh satwa dilindungi, termasuk sisik trenggiling, tidak boleh diperdagangkan dalam bentuk apapun. Ancaman hukuman ini semakin diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memperberat sanksi bagi pelaku perusakan ekosistem.

Selain proses pidana, Aipda AHS juga menghadapi sanksi etik profesi Polri. Ia dijatuhi hukuman administrasi berupa penundaan pendidikan selama satu tahun, penempatan khusus selama 21 hari, serta pembinaan profesional selama sebulan penuh. Sanksi etik ini dijatuhkan untuk menunjukkan bahwa keterlibatan aparat dalam jaringan perdagangan ilegal satwa dilindungi adalah pelanggaran berat yang mencoreng nama institusi. Namun, publik menilai bahwa hukuman etik tidak cukup, sehingga proses pidana dengan ancaman maksimal harus ditegakkan demi menimbulkan efek jera.

Baca juga: Perkara Cemburu di Padangsidimpuan: Pria Siram Air Keras ke Janda dan Anak, Pelaku Terancam Hukuman Berat

Kasus sisik trenggiling ini mendapat sorotan tajam karena menyingkap fakta bahwa pasar gelap satwa dilindungi masih sangat kuat di Sumatera Utara. Sisik trenggiling diketahui memiliki nilai jual tinggi di pasar internasional, terutama di Asia Timur, karena dipercaya berkhasiat sebagai bahan obat tradisional. Harga sisik trenggiling bisa mencapai puluhan juta rupiah per kilogram. Dengan jumlah 1,1 ton, potensi nilai ekonomi barang haram ini diperkirakan menembus ratusan miliar rupiah. Tak heran jika sindikat yang terlibat berani melibatkan aparat dan membangun jaringan lintas profesi demi keuntungan besar.

Penegakan hukum dalam kasus ini menjadi ujian serius bagi pemerintah Indonesia. Jika aparat penegak hukum terbukti hanya dijatuhi sanksi ringan, maka dikhawatirkan akan menciptakan preseden buruk dan melemahkan upaya konservasi satwa dilindungi. Sebaliknya, jika vonis dijatuhkan maksimal sesuai Undang-Undang, maka akan menjadi sinyal tegas bahwa negara tidak mentoleransi keterlibatan aparat dalam kejahatan lingkungan hidup. Trenggiling sendiri adalah salah satu mamalia paling terancam punah di dunia, dan perdagangan sisiknya tidak hanya melanggar hukum nasional, tetapi juga melanggar perjanjian internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species).


Nonton Film Bioskop BK 21 Disini